Cari Blog Ini

Sabtu, 24 November 2012

Delima

Delima
Aku melihatmu dalam guratan senyum,
Manis,
Teriris,
Membelah sebongkah delima ranum.

Melihatmu bersahaja dengan kuda putih,
Mengulurkan tangan pada putri jelita,
Tak terasa belati menyapaku perih,
Menyaksikanmu gagah bermahkota.

Duka,
Suka,
Entah apa aku enggan menyapa.

Sesekali aku tengok engkau
Di antara peraduanku yang kutahu semakin risau.

Berupa wajah tampak dalam senduku akan bayangmu,
Tanpa aku tahu tiap rupa berarti apa.
Aku menari dalam imaji tentangmu,
Maksud menafikan tapi entah mengapa tak bisa.

Delima ranum kini tersayat belati,
Tajam,
Setajam kaki kudamu
yang mampu hancurkan tanah itu.

Gresik, 05 April 2012
Nay
Kalo lagi nganggur ngapain?? ya ng-Blog.... ambil duit di dompet buat ngisi pulsa modem, colokin modem d lepi, on fire deh sampek berjam-jam.
Ada yang bilang ng-Blog sama kaya' ng-goblogi awak alias membodohi diri gara-gara kerjaannya cuma mantengin lepi dan berasa kaya' pengangguran banget. Hello...berarti yang bilang itu yang gaptek  dan gag ngerti jaman..huhuhu

Okey, let's start!. hari ni lucu, seneng, mangkelin iya semua jadi satu.
Satu hal terpenting yang paling seru menurutku adalah ketika kita share masalah kerjaan sama orang yang se-aliran sama kita alias sehati dan seotak, hati dan otak sama-sama bisa sinkron.

Fine. Diawali dari kerjaan yang gag aku dapet-dapet pasca graduated itu rasanya cetar banget niru kata syahrini. Ati kaya' ditusuk-tusuk... Ada yang nyeletuk: "denger-denger katanyanya udah ngajar di XXXX ya?" ada yang bilang: " wah kaya nih.... eh mbak (panggil orang lain), ati-ati wilayahmu diambil ini orang". Aduh plis deh...udah sama-sama gedhe gitu... masih aja pakek saingan kaya' anak SD rebutan ranking satu. Plis ya...Itu bukan wilayah saya. Tenang saja. Saya cukup tahu diri kok. Saya tidak akan memasuki yang bukan wilayah saya. Mungkin itu wilayah terakhir yang menjadi pelabuhan terakhir jika saya tidak juga menemukan apa-apa. Tenang saja. Kalian yang memiliki wilayah itu silahkan masuk. Saya tidak butuh persaingan. Ini bukan dunia anak-anak yang selalu berebut ingin jadi ranking satu. Biarkan mulut-mulut itu berkoar. Saya yakin kita semua sudah dewasa. Satu hal yang perlu diingat, saya tidak suka dibanding-bandingkan.

Hem... Emosi jiwa banget!
Tahu apa mereka soal saya? Yang mereka tahu saya hanya pengangguran yang hanya menggantungkan nasib kepada kepala-kepala yang punya nama itu? Maaf. Saya tidak seburuk itu. Dari mana anda tahu?
Cukup tahu diri donk ya saya... Saya paham saya anaknya siapa, keluarga saya seperti apa.. tapi sebisa mungkin saya menghindari namanya nepotisme... Anda tidak tahu seberapa jauh saya berusaha! Saya keras dikit boleh dong ya.. Tegas.

Pada akhirnya semua dikembalikan ke Tuhan. Tuhan sudah menggariskan jalan rejeki seseorang. Gag usah sewot ya.. Gag usah bangga-banggain diri sendiri lah ya... Sama aja. Seng penting dinikmati aja. Hidup itu enak kok!




Nay, 24 Nopember 2012
00:03

Senin, 12 November 2012

Boy Band dan Girl Band: Fenomena Mimikri, Perusak Mental Berbudaya


Essai:

Boy Band dan Girl Band: Fenomena Mimikri, Perusak Mental Berbudaya
Oleh: Noura Nahdliyah*

“I want No Body No Body but You…..
….I want No Body No Body but You……”

Sepenggal lirik lagu tersebut tidak lagi asing di telinga masyarakat Indonesia, apalagi pelajar. Datangnya lagu-lagu buatan negera tetangga, Korea ini secara sporadis telah menghinggapi otak-otak masyarakat Indonesia, terutama pelajar. Mudahnya akses informasi di media massa menjadi alasan utama adanya penjamuran tersebut. Seorang siswa kelas satu Sekolah Dasarpun dengan mudahnya melantunkan tembang-tembang hasil suara Boy Band dan Girl Band Korea tersebut dengan mudah. Padahal jika diamati, tidak mudah untuk seorang siswa kelas satu Sekolah Dasar menghafalkan lagu tersebut di luar kepala. Apalagi alasannya jika tidak karena intensitas lagu tersebut yang muncul di media sehingga mudah ia dengarkan.
Sadar atau tidak sadar, menjamurnya Boy Band dan Girl Band di Indonesia merupakan sebuah fenomena Mimikri  yang sedang dihadapi Indonesia. Dalam studi Poskolonialisme (Poscolonial-Studies), istilah Mimikri dikenal dengan sikap meniru-niru. Seperti yang dijelaskan oleh Homi Babha, seorang pakar dari India, bahwa sikap mental bangsa asia pada umumnya adalah Mimicry (Sikap meniru-niru). Menurut Bhaba (dalam Foulcer, 2008: 105), yang dimaksud dengan mimikri adalah reproduksi belang-belang subjektifitas Eropa di lingkungan kolonial yang sudah tidak murni, yang tergeser dari asal-usulnya dan terkonfigurasi ulang dalam cahaya sensibilitas dan kegelisahan khusus kolonialisme.
Mari kita tarik pengertian tersebut pada fenomena yang terjadi saat ini. Boy Band dan Girl Band yang sedang mendunia ini adalah besutan musisi Korea dimana mereka berkiblat pada dunia barat. Musiknya yang easy listening itu menjadikan pendengarnya mudah mengikuti setiap iramanya dengan baik. Dipadu dengan gerak tubuh yang indah, musik Boy Band dan Girl Band ini dengan mudah menguasai pikiran pendengarnya, terlebih adalah siswa Sekolah Dasar.
Secara tidak sadar, mental kita telah dijajah oleh budaya barat. Dengan menikmati serta menerapkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari, kita seperti lupa akan budaya kita sendiri. Sebenarnya, budaya barat tidak pernah dapat disatukan dengan budaya timur. Sisi budaya yang berbeda dan keadaan masyarakat yang berbeda itulah yang menjadi dasar utama. Mengutip apa yang disampaikan oleh Prof. Budi Dharma, Phd, seorang Guru Besar UNESA dan sastrawan dunia bahwa timur dan barat tidak pernah bisa disatukan. Seperti puisi dari Rudyard Kipling berikut:
Oh, East is East and West is West, And never the Twain shall meet,
Till earth and Sky stand presently at God’s great Judgment’s seat.
Sebenarnya apa yang melatarbelakangi adanya fenomena tersebut selain semakin meluasnya media massa yang mudah dijangkau oleh masyarakat?
Sejauh ini, Lembaga Pendidikan kurang begitu menyadari betapa pentingnya menanamkan budaya asal kepada siswa. Siswa Taman kanak-Kanak misalnya. Mereka hanya disuguhi oleh ekstrakulikuler yang jauh dari kesan berbudaya, seperti Fashion Show. Alangkah baiknya jika Fashion Show yang biasa membawakan pakaian pesta itu diganti dengan Pementasan Baju Adat. Budaya Indonesia asli seperti Wayang, Reog dan Tari lainnya seakan pudar dibabat habis oleh masa. Tidak dapat dipungkiri, ada beberapa Lembaga Pendidikan yang dengan sadarnya mengatakan bahwa kesenian-kesenian tersebut sudah kuno, tidak up to date dan kurang diminati. Pantas saja budaya kita diambil Negara tetangga jika kenyataannya seperti itu.
Oleh karenanya, sebagai bangsa yang berbudaya, sudah seharusnya kita mencintai budaya kita sendiri, Indonesia. Dengan semakin menjamurnya Boy Band dan Girl Band di Indonesia, sudah seharusnya setiap Lembaga Pendidikan memberikan wadah yang cukup bagi peserta didiknya untuk melestarikan budaya asal Indonesia sehingga fenomena Boy Band dan Girl Band itu tidak lagi meracuni otak para penerus bangsa. Sudah saatnya dari diri kita sendirilah yang harus memiliki kesadaran akan betapa pentingnya budaya Indonesia. Budaya adalah identitas bangsa. Budaya adalah pembangun karakter dan mental suatu bangsa. Jika sikap Mimikri ini masih saja ada, lantas apa jadinya Indonesia? Salam Budaya.

Referensi:
Anis Maslihatin. 2012. Hibriditas, Mimikri, dan Ambivalensi dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra. http://poskolonialisme.wordpress.com/tag/mimikri/ diakses pada tanggal 20 Februari 2012
Dharma, Phd, Budi, Prof. Sikap Mental Kita, Pokok-pokok pikiran dalam Seminar Nasional BEM PGSD UNESA, Minggu, 19 Februari 2012.


*Noura Nahdliyah
Penulis adalah Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya.


Dimuat di Majalah Madinah LP Maarif NU Cabang Gresik

Tawadhu' yang Memudar

Saya tiba-tiba memiliki ide menulis saat membaca status update dari salah satu kawan facebook saya. Sebut saja namanya: Bunga. Anda bebas menafsirkan Bunga itu laki-laki atau perempuan.


Jejaring sosial merupakan media bagi tiap individu untuk berinteraksi dengan sekitarnya. Dewasa ini, jejaring sosial yang ada semakin meluas. Mulai dari friendster, facebook, twitter, MySpace, Flickr, Koprol dan lain sebagainya. User atau pengguna jejaring sosial tersebut terdiri atas berbagai kalangan. Mulai dari seorang murid kelas empat SD, Mahasiswa, Tenaga Pendidik, Direktur, Presiden bahkan buruh pabrik pun sudah menggunakannya.


Banyak hal yang dapat dilakukan lewat jejaring sosial. Situs pertemanan dunia maya ini memiliki fungsi yang bermacam-macam. Bisnis sekarang dapat dilakukan lewat dunia maya. Salah satunya adalah dengan menjamurnya online shop untuk berbagai barang. Tidak jarang juga yang memanfaatkan jaringan sosial sebagai media informasi seputar lomba, launching buku-buku terbaru bagi para bookaholic, serta jadwal konser musik. Pun banyak sekali yang menjadikan jejaring sosial sebagai buku catatan harian-Diary-yang bisa dijadikan tempat curhat bagi siapapun dan kapanpun.


Saat ini, yang saya soroti adalah jejaring sosial yang difungsikan sebagai media untuk mencurahkan segala keluh kesah yang ada. Dalam hal ini adalah facebook. Alasan saya adalah karena saya merasa miris melihat beberapa testimoni yang diupdate oleh facebook user yang notabene adalah tenaga pendidik. Setahu saya (benarkan bila saya salah) seorang peserta didik diharuskan untuk memiliki sikap tawadhu’ atau merendahkan dirinya kepada Guru. hal ini dikarenakan Guru memiliki peranan penting yang selalu digugu dan ditiru. Seorang siswa yang tidak menghormati guru maka ia akan tidak memiliki ilmu yang bermanfaat.


Kasusnya sekarang, banyak sekali oknum guru yang sering curhat tentang masalah muridnya di facebook. Tidak jarang juga banyak yang secara tidak langsung menjelek-jelekkan muridnya. Hal ini ditambah dengan komentar-komentar dari siswa dalam menanggapi testimoni dari guru tersebut. Bahasa yang digunakan sangat tidak sopan dan tidak memiliki tata krama. Anehnya, guru pun kadang menanggapi itu dengan bahasa yang lebih tidak bertata krama lagi.


Pada zaman modern ini, guru memang ditintut untuk lebih aktif serta bersahabat dengan murid. Zaman sudah berbeda. Kenakalan remaja dewasa ini memang sudah harus ditangani dengan sikap bersahabat. Namun, apakah dengan sikap bersahabat tersebut semuanya baik-baik saja? Sikap bersahabat yang seperti apakah yag dimaksud sedangkan peserta didik kadang salah mengartikan sikap guru tersebut.


Saya tidak memiliki kesimpulan pasti tentang hal ini. Yang jelas, sikap hormat-menghormati antara guru dan murid saat ini sudah memudar. Saya tidak bisa menyalahkan siapapun karena tidak ada yang salah selama semua masih memiliki batas-batas yang pasti. Guru adalah panutan. Guru=Digugu lan Ditiru. Semoga saya serta anda sekalian masih memiliki sikap tawadhu’ itu. Amin


Gresik, 13 Nopember 2012