Cari Blog Ini

Sabtu, 28 Desember 2013

Dawn Rhyme

A dawn rhyme for you, Mama..
Since I breath the dawn air,
I knew you're strong and fair
Like a fairy flew away the stream


A dawn rhyme for you, Mama. .
A bunch of honest from the deepest
Though you were in gloom,
you're still able to give me the bloom


I could feel your sorrow, Mama..
Accrossing the grey bridge alone
You stood still, Mama...
And asked me to go with,
caught the colony of butterfly,
chased away the depressed and loneliness



I wrote this rhyme for you, Mama..
To praise how strong you are
to tell how much I love you
to show how much I need you


Nay
Gresik
Dec, 22nd 2013


HAPPY MOTHER'S DAY FOR EVERY MAMA IN THIS WORLD <3

Mutiara dari Seberang





Ia memiliki minat belajar yang sangat tinggi. Kemampuannya menerima pelajaran sungguh melebihi teman sekelasnya. Tuhanpun memberikan ketajaman berfikir baginya. Lembar demi lembar kitab suci mampu bertahan dalam ingatannya. Tapi siapa sangka. Dibalik keistimewaan itu, cobaan setia menemani. Memaksanya untuk berurai air mata. Membuat matanya hitam. Sehitam hari-hari mudanya.

Seorang lelaki paruh baya sedang memungut sampah di jalanan. Ia pungut satu gelas bekas air mineral. Tak jarang ia hentikan kayuhan sepeda tuanya di tengah jalan. Membiarkan puluhan kendaraan berhenti di belakangnya.

Ia menyambut lelaki paruh baya itu di depan pintu, mengambilkan secangkir air yang baru saja ia tuangkan dari kendi. Di bilik paling belakang, seorang wanita yang juga paruh baya sedang menanak nasi untuk makan siang suaminya.

Mereka bertiga lalu menyantap nasi yang mengepul. Berkawan sambal dan daun singkong hangat yang tadi dipetik dari dekat sungai. Dia terlihat lahap. Begitu pula lelaki itu. Keringatnya berkah.

Setiap pagi ia pergi ke sekolah. Menyeberangi bengawan yang tak berujung. Sampan kecil inilah yang menemaninya setiap saat. Baginya, tak ada satupun yang mampu menghalangi langkahnya mencari ilmu.

Sesekali dia buka kitab kecil di tangannya. Lamat-lamat terdengar lantunan ayat yang menyejukkan. Angin menyiratkan hawa teduh. Kecipak air ikut bertasbih memuja sang pengendali alam.

Ia melakukan apa saja demi meraih apa yang pantas ia raih. Setiap malam ia mengulang lagi apa yang sudah ia pelajari di sekolah. Rumah itu hanyalah bilik bambu yang beralas tanah. Hanya disekat lemari dan beberapa papan untuk memisahkan mana kamar dan mana kakus. Untung saja listrik sudah masuk. Pikirnya, "aman".

Malam adalah kawannya berjuang. Ia berusaha pecahkan segala teka-teki Tuhan. Sepertiga malam itu seperti penerang di sela hidupnya yang malang.

Dia masih kecil. Namun berbagai tempaan hidup ia alami. Dunianya keras. Ia berusaha dengan lantang menembus batas yang harus ia tembus. Melangkahkan kaki dengan pasti ke arah cahaya di seberang bengawan.

Lelaki paruh baya itu tetap memungut sampah di jalanan. Ia banyak diam. Kayuhan sepedanya ia percepat agar segera sampai seberang. Ditambatkannya sepeda tua itu pada kayu di pinggir sungai. Lalu ia dayung sampan hingga ke seberang. Malam itu larut. Dia hanya berkata, "Nak, ini uang sekolahmu". Dan ia pun terlelap.




Gresik, 20 Desember 2013
Nay

Senin, 02 Desember 2013

Edisi Hari Guru *telat posting*

Omong-omong tentang Hari Guru tanggal 25 Nopember kemarin, rasa-rasanya saya latah ingin berkisah tentang ini. Saya menjadi hingga saat ini pun tak luput ya karena jasa-jasa mereka, guru. Bagi saya, guru itu seperti pelita dalam gelapnya malam. Mungkin benar salah satu lirik Hymne Guru "Engkau sebagai pelita dalam kegelapan.. Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan...". Ketika saya haus ilmu ada titik-titik air yang diberikan oleh mereka yang saya sebut guru.


Baiklah. Guru yang paling berjasa bagi saya adalah Ibu saya sendiri. Mungkin karena beliau adalah Guru TK sehingga dapat dengan sabar membimbing saya. Pun tak kalah berjasa adalah paman dan bibi saya yang juga seorang guru, yang pernah mengajar saya di sekolah dan di rumah. Well. Mereka dari kalangan keluarga saya sendiri. Abaikan.


Saya mencintai bahasa inggris sejak SD. Guru saya itu namanya Bu Sunnah. Gaya bicaranya yang "keren" membuat saya begitu tertarik dengan pelajaran ini. Saya pun akhirnya meletakkan mapel Bahasa Inggris pada urutan pertama mapel favorit ketika menulis buku diari milik teman-teman (yang pernah hidup di jaman 1999-2000an pasti paham diari beginian).


Selanjutnya, Pak Budi adalah guru terbaik menurut saya. Saya bersekolah di MTs Swasta dan bapak tersebut adalah guru SMP Negeri. Pernah menjadi muridnya adalah satu kebanggan. Saya dibuat heran ketika dengan entengnya beliau keluarkan kamus Inggris-Inggris alias Oxford dan menerjemahkan satu persatu vocab yang saya tanyakan. Saya yang masih kelas satu Madrasah Tsanawiyah semakin tertarik dengan kekerenannya itu. Itulah mengapa hingga saat ini saya lebih suka membawa Oxford ketimbang Kamus Milyaran lainnya. Hal ini saya tularkan ke adik-adik (red: siswa-siswi) saya.


Bahasa Inggris tak pernah mati bagi saya. Di SMA saya lebih gila dengan mapel satu ini. Apalagi dengan adanya Ma'am Roby. Saya sangat antusias ketika diberi tugas menerjemahkan lagu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Ini pada saat saya di kelas X. Hasil translate-nya masih ada sekarang. Dan saya tertawa setiap kali membacanya karena sungguh sangat hancur pola kalimat yang saya pakai waktu itu.
Di masa inilah saya mulai banyak membaca. Terlebih Lembar Kerja Siswa yang kami gunakan banyak sekali mencantumkan folktale, fairytale, legend, myth dan kawan-kawan. Apalagi saat itu hoby membaca sedang gencar-gencarnya karena didukung perpustakan sekolah yang menyediakan aneka menu novel. Saya mulai mengenal Dewi Lestari dengan Supernova-nya, lalu Andrea Hirata, Habiburahman El Shirazi, dan Hans C. Andersen. Saya suka membaca. Saya suka sastra Indonesia. Saya suka Bahasa Inggris. Jadilah saya penasaran, bagaimana jika sastra digabungkan dengan Bahasa Inggris? Inilah yang mendorong idealisme saya untuk menulis Sastra Inggris di urutan pertama SNMPTN 2008. Dan well, Tuhan mengijinkan saya untuk menyelam jauh ke dalamnya.


Jangan lupa, Dosen juga Guru loh ya.. Karena merekalah yang pernah menunjukkan jalan yang lurus menuju gerbang masa depan.
Dosen kebanggaan saya adalah Pak Khoiri a.k.a Pak Emcho dan Ma'am Tiwi. Keduanya adalah orang hebat. Saya bangga pernah mengenal dan dikenal mereka. Awal ketertarikan saya adalah ketika mendengarnya bercerita tentang Budaya, Menulis, Iowa University dan segala apapun tentang sastra. Saya menyadari ternyata pengetahuan saya tentang sastra sangat minim. Jujur saya merasa bodoh sendiri di kelas. Saya baru mengenal Rudyard Kipling, Ernest Hemmingway, Leo Tolstoy dan lainnya pada saat itu. Dan saya juga baru tahu jika statement "Tuhan Tau Tapi Menunggu" yang ada di novel Andrea Hirata adalah Ungkapan dari Eyang Leo Tolstoy. Awalnya saya pikir itu punya Hirata sendiri. (Hihihi)

Yang selanjutnya adalah Ma'am Tiwi. Beliau sedang studi di Aussie sekarang. Saya dibuat agak gila oleh Freud, Jung, dan orang-orang gila lainnya. Saya dibuat jatuh cinta kepada sosok Amir dalam buku Khalled Hossaeni, The Kite Runner. Begitu banyak air yang masuk otak saya sehingga banyak yang tumpah bahkan tak meninggalkan sisa. (eyaaaaa. Begitu bebalnya otak saya)



Well. Berbicara tentang guru, bukan melulu soal peran serta kedudukannya di masyarakat. Saya menyadari benar jika semua itu harus di dasari niat. Jika tulus ikhlas maka feedback dari siswapun baik. Sebaliknya, jika tidak maka hanya lelah saja yang didapat. Mencintai profesi ini sama dengan mencintai pacar. Sekali belok, maka hasilnya nol besar. (eyaaaa... Spam. Abaikan.)


Akhirnya, terima kasih setulus-tulusnya kepada para Pelita Malam yang telah menunjukkan saya dari jalan gelap gulita menuju jalan yang terang benderang yakni Addinul Islam.. (eh salah ya...) Terima kasih tak terhingga bagi segenap guru yang pernah ada di kehidupan saya, baik di bangku sekolah maupun di lingkungan sekitar. Teman-teman yang selalu ada untuk saya adalah guru yang berharga juga. Saya tidak sanggup membalas apa-apa. Saya hanya dapat mengamalkan apa yang sudah kalian berikan. Saya tulus memberikan ilmu yang pernah saya terima.
Nay-271113

Pelita Malam

Bukan melulu soal peran,
tapi aku berkata tentang kebenaran,
tentang mimpi-mimpi membawa Lintang ke langit menjulang
Menerobos labirin menyibak semak menjemput siang.


Kebodohan itu ibarat malam, gelap, pengap
Lentera yang diagungkan tak kunjung datang,
pelita pembebas duka tak mau mendekat,


Ada banyak kisah tentang mimpi, harap,
Ada berjuta Lintang di luar sana, Pilik dengan Sakola Alitnya, Alif anak amak yang gigih hingga ke Amerika.
Hanya berkaca pada itu saja. . Semangat yang tulus membara, meski harus mengulang dari titik nol.


Ya. Kau tahu. Malam segera hilang kerana fajar. Pekat melebur lewat matari yang bersinar terang. Jalan setapak yang terjal perlahan mulai hilang.


Hanya satu. Tulus. Semua tak akan jadi penghalang.


Dirgahayu untuk para Pelita Malam..
24 Nopember 2013
nay