Cari Blog Ini

Jumat, 10 Januari 2014

Melek Sejarah Lewat Film Sang Kiai




keterangan gambar: www.muvila.comflickmagazine.net
Sutradara Rako Prijanto
Produser Gope T. Samtani
Pemeran Ikranagara Christine Hakim Agus Kuncoro Adipati Dolken
Studio Rapi Films
Tanggal rilis 30 Mei 2013http://id.wikipedia.org/wiki/Sang_Kiai


Film besutan Rako Prijanto ini layak untuk dijadikan acuan sejarah. Pasalnya, hampir 90% isi cerita sepadan dengan sejarah aslinya. Keotentikan cerita serta tata artistik yang tidak main-main mengantarkan film ini menjadi sebuah sajian yang istimewa. Maka tak heran jika film tersebut memborong sejumlah penghargaan pada FFI (Festival Film Indonesia) tahun 2013 lalu dan mendapatkan kesempatan untuk diputar kembali pada tanggal 9 Januari 2014 di seluruh bioskop di Indonesia.. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa film tersebut adalah film terbaik sepanjang tahun tahun 2013. Meskipun film Sang Kiai merupakan film biopik pertama karya sang Sutradara, namun film tersebut digarap secara total sehingga layak menjadi film tersukses dari sekian banyak film karya sang Sutradara.
Sang Kiai berkisah tentang Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan bapak perjuangan salah satu Organisasi Massa Islam Terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama’. Film tersebut menceritakan dengan lugas bagaimana perjuangan kaum pesantren lewat peran sertanya membela Tanah Air. Sejarah tidak begitu jelas merangkum jejak para santri ini, namun sebenarnya tonggak perjuangan bangsa dan peristiwa perang membela Tanah Air atas penjajahan adalah atas prakarsa kaum bersarung dan berpeci yang hampir 60% menduduki wilayah Indonesia, terlebih pada peristiwa Sepuluh Nopember.
Rekam jejak perjuangan kaum santri tidak begitu banyak diketahui pernah diungkap Idham Chalid pada tulisannya di www.suarakaryaonline.com yang menyebutkan bahwa pengabaian tersebut disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah ketakutan akan anggapan bahwa NU adalah organisasi yang radikal dengan menyerukan Jihad fi Sabilillah, berperang dijalan Allah dalam membela tanah air. Hal tersebut berseberangan dengan reputasi NU yang sebenarnya yakni moderat dan kompromis.
Sang Kiai diawali dengan penjemputan paksa Hadratus Syaikh, diperankan Ikranegara, oleh pasukan tentara Jepang tanpa ada alasan yang jelas. Diduga penangkapan tersebut dikarenakan posisi pondok pesantren Tebuireng yang diasuh oleh beliau berada di wilayah pabrik gula Cukir yang sedang mengalami kerusuhan. Penangkapan tersebut kemudian menjadi awal dari pembelaan kaum santri sebagai wujud taat kepada Maha Gurunya. Perlu diketahui pada zaman tersebut masyarakat lebih taat dan patuh terhadap guru atau kiai dibandingkan dengan pemerintahan manapun. Penagkapan paksa tersebut juga ditengarai atas dasar ketidakpatuhan Hadratus Syaikh pada perintah Jepang yakni untuk melakukan Seikkerei atau menundukkan tubuh Sembilan puluh derajat sebagai tanda penghormatan bagi Kaisar Tertinggi Jepang dan terlebih kepada Dewa Matahari. Hal tersebut berdasarkan keyakinan dan aqidah Hadratus Syaik serta umat Islam lainnya bahwa yang layak disembah hanyalah Allah SWT.
Jika diamati, film tersebut berusaha menyajikan keseluruhan bagian sejarah yang tidak pernah diungkapkan dalam buku sejarah. Seperti ketika perjuangan arek-arek Suroboyo melawan sekutu yang dikenal dengan sebutan peristiwa sepuluh nopember. tak bayak diketahui bahwa bung Tomo, pembakar semangat perjuangan arek-arek Suroboyo sowan (red: berkunjug untuk meminta nasihat) kepada Hadratus Syaikh.Beliau yang memberikan saran kepada bung Tomo untuk menambahkan Kalimat Takbir "Allahu Akbar" sebanyak tiga kali pada pidatonya. Dan beliau pulalah yang mencetuskan untuk membentuk Hisbullah, barisan milisi yang ikut bertindak dalam peristiwa sepuluh Nopember tersebut. Seperti digambarkan dalam filmnya bahwa awal pembentukan Tentara Hisbullah adalah ketika Hadratus Syaikh diperintahkan Tentara Jepang untuk ikut serta mengumpulkan pasukan pribumi menghadapi perang antar sekutu di Burma.
Yang menjadi nilai plus dalam film ini justru adalah tokoh figuran Harun yang diperankan oleh Adipati Dolken. Secara penuh ia bertambah matang dalam perannya. Pendatang baru tersebut terlihat sangat berusaha menampilkan yang terbaik. Meski ada beberapa perannya yang terkesan datar, namun secara keseluruhan ia telah menampilkan sajian yang hebat.Terlebih pada peristiwa kesalahpahaman antara pasukan milisi atas kedatangan Jenderal Mallaby dan anak buahnya di sepanjang jalan Jembatan Merah Surabaya. Kedatangan Mallaby yang berusaha memberitahukan peristiwa Gencatan Senjata antara sekutu dan pemerintahan Indonesia kepada Pasukan India pimpinannya dimaksudkan lain oleh pasukan pribumi. Pasukan India pimpinan Mallaby memulai baku tembak kepada pasukan pribumi karena tidak mengetahui gencatan senjata tersebut akibat jaringan komunikasi yang terputus. dari baku tembak inilah kemudian Jenderal Mallaby tewas. Dalam sejarah, penembak Mallaby masih misterius. Tidak ada satupun yang mengetahui siapakan sosok penembak Mallaby yang ditemukan tewas di dalam mobilnya dan bersamaan dengan itu lemparan granat menghanguskan mobilnya. Dalam Sang Kiai, pemunculan Harun yang ikut serta dalam barisan Hisbullah menjadi sosok yang disoroti. Pasalnya ia menjadi sosok yang selama ini misterius. Dalam film tersebut, Harun menembakkan pistolnya tepat di kapala Mallby setelah mengendap lama di balik mobilnya disusul dengan lemparan granat oleh anak buah Mallaby yang ditujukan kepada Harun. Pada akhirnya ia syahid.
Ada beberapa hal yang menarik dalam film tersebut. Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratus Syaikh dijelaskan secara rinci sehingga dapat mencadi sedikit pencerahan bagi awam yang kurang paham tentang apa itu Resolusi Jihad. Selain itu, amalan-amalan yang diajarkan oleh Hadratus Syaikh dan menjadi amalan keseharian NU dijelaskan secara gamblang seperti kebiasaan takbir sebanyak tiga kali, yasinan ketika ada orang meninggal, memperbanyak sholawat, mencium tangan guru atau kiai, sikap tawadhuk (red: patuh) antara murid dengan guru dan lain sebagainya. Jalan pemikiran Hadratus Syaikh dan putera-puteranya, lebih khusus pemikiran Kiai Wahid Hasyim (Agus Kuncoro) menjadi satu hal yang unik untuk dikaji. Keputusan mereka tunduk kepada Jepang bukan berarti tunduk dan bertekuklutut secara penuh. Hal itu dimaksudkan sebagai cara santun dalam menyerang musuh dari dalam. Pemikiran yang terkesan membelok dan aneh tidak dapat dicerna oleh akal pikiran manusia biasa, bahkan santri-santrinya sendiri.
Selain daripada itu, tata musik serta tata artistik yang sangat mirip dengan keadaan pada jamannya memberikan kesan otentik dan nyata. Adegan pemukulan Jepang kepada kaum santri, hukum Rajam yang dihadapi Hadratus Syaikh serta siksaan demi siksaan dapat memberikan kesan nyata sehingga penonton merasa trenyuh melihatnya. Meskipun pada dasarnya adegan seperti itu tidak layak ditonton oleh usia anak-anak dan orang-orang yang dangkal pemikirannya. 
Pada akhirnya, film Sang Kiai memang layak ditonton. Terlepas dari motif apa pembuatan film tersebut, film Sang Kiai dapat membuat mata penonton sadar (melek) atas sejarah yang sempat dikaburkan, tentang perjuangan membela Negara, tentang ilmu dan menghormati seorang Guru, tentang kewajiban membela tanah air dan bangsa serta ketaatan pada suami sebagai Imam dunia dan akhirat.
Satu kesimpulan. Perjuangan Hadratus Syaikh tidak boleh berhenti sampai di sini saja.



Gresik, 10 Januari 2014
nay