Cari Blog Ini

Jumat, 02 Mei 2014

GA - Ya Rabb Aku Galau





Pernah galau????
Saya termasuk tipe perempuan yang mudah sekali ketahuan ketika sedang galau. Mungkin karena wajah saya yang melas ya.. (hihihi spoiler)
Jadi begini… Saat itu akhir tahun 2011. Saya sudah harus memprogram skripsi untuk tugas akhir S1 saya. Setelah lulus proposal, saya lanjut analisa per bab. Nah, Desember 2011 nenek saya meninggal. Kedekatan saya dengan beliau membuat saya sempat terpukul. Rasanya, perasaan belum siap kehilangan telah membuat saya sangat marah pada keadaan. Hasilnya, hampir satu bulan skripsi tidak saya pegang sama sekali.
Februari 2012 saya  mulai ngebut dengan skripsi. Saya benar-benar ingin segera lulus dan dapat mengikuti wisuda di bulan Juli. Satu bulan saya bergelut dengan buku sumber, intens bertemu dosen pembimbing, revisi dan terus revisi. Maret 2012 petaka itu kembali mendera. Saya mendapati teman dekat saya (kami pernah berstatus pacar selama dua tahun lalu kami memutuskan untuk menjadi teman saja karena dirasa lebih banyak kerugian daripada manfaatnya) sedang dekat dengan seseorang dan saya mengenal baik perempuan itu. Hati mana yang tidak sakit. Saya merasa dibohongi. Skripsipun terbengkalai kembali. Banyak sekali revisi yang harus saya kerjakan sementara otak saya tidak cukup kuat untuk merumuskannya.
Dan April 2012 saya bertekat untuk segera menyelesaikan segala yang tertunda. Dengan tidak menghiraukan apapun, minggu kedua Mei 2012 saya berhasil sidang. Tentu dengan adanya revisi di beberapa hal. Saya kerjakan dengan sepenuh hati. Hingga pada akhirnya saya mendapatkan kabar jika saya lulus sidang dengan nilai A. Saya bahagia. Namun, kegalauan saya belum berhenti di situ. Apakah saya bisa menyandang gelar sarjana di bulan Juli? Tuhan belum berpihak kepada saya.
Salah satu syarat kelulusan di universitas tempat saya belajar adalah nilai TEP (sejenis TOEFL) minimal 500 untuk jurusan bahasa inggris dan 450 untuk semua jurusan selain Bahasa Inggris. Karena saya mengambil jurusan Sastra Inggris maka saya harus menyelesaikan hutang nilai 500 itu. Petaka tersenyum kepada saya. Sebelas kali saya harus bolak-balik di nilai 480, 470, 487, begitu seterusnya. Saya sempat patah semangat. Kemungkinan wisuda bulan Juli sudah sirna. Pendaftaran wisuda sudah ditutup. Saya tidak mungkin mengikuti tes kembali dengan rentang waktu sedekat itu. Saya pun menghibur diri saya sendiri untuk dapat merelakan jika saya harus wisuda di bulan Oktober 2012.
Tuhan menjawab doa saya. Kegalauan saya membuahkan sebuah prestasi. Tes yang keduabelas, nilai saya mencapai target. Saya mulai percaya jika selagi ada usaha maka apapun dapat terwujud. Usaha itulah yang disebut dengan proses. Sebanyak apapun proses yang harus saya lewati, yakinlah bahwa pada proses yang terakhir kebahagiaan itu akan didapat. Masalahnya, kita tidak pernah tahu kapan datangnya proses terakhir itu. Mungkin seperti inilah para pakar berproses, seperti Thomas Alfa Edison yang menemukan pijar bohlam terbaik pada percobaannya yang ke 9999.
Saya percaya, Galau itu penyakit hati. Penyakit yang dibuat sendiri oleh hati dan fikiran kita. Kolaborasi keduanya membuat kita bingung untuk bertindak, tidak bisa berfikir jernih, sehingga mengganggu aktifitas kita sehari-hari. Obat galau juga bergantung pada hati kita masing-masing. Jika kita memandang segalanya dengan positif, pasti penyakit itu akan hilang dengan sendirinya. Tentunya dengan tidak pernah melupakan bahwa segala yang terjadi adalah dengan adanya campur tangan Tuhan. Hanya kepada-Nyalah kita menyerahkan segala keluh kesah. Dan hanya kepada-Nyalah kita memohonkan segala jalan.
Stop Galau! Jika tetap galau, kita harus berkaca pada hati masing-masing. Sudah sedekat apakah kita dengan Tuhan???



Noura ‘Nay’ Nahdliyah

03 Mei 2014

Kamis, 01 Mei 2014

The Espressologist - Antara Kopi dan Cinta Sejatimu

"Temukan cinta dalam secangkir kopi favoritmu"
The Espressologist - Kristina Springer




Paperback, 304 pages
Published 2012 by Qanita (first published October 27th 2009)
original title
The Espressologist
ISBN139786029225266
edition language
Indonesian
Translated by I Gusti Nyoman Ayu Sukerti


Tagline di atas adalah pembuka yang manis untuk menikmati lembar demi lembar karya Kristina Springer bertajuk The Espressologist. Novel terjemahan yang dialihbahasakan dengan renyah oleh I Gusti Nyoman Ayu Sukerti ini cocok dinikmati di senja yang hangat, ditemani kopi favorit dalam cangkir. Tema remaja dengan jalan cerita yang unik menjadikan novel ini begitu menarik. Teknik penerjemahan yang cocok bagi pembaca remaja menjadikan novel ini begitu mudah dipahami. Klasik. Tema berkutat seputar kehidupan usia belasan, percintaan dan persahabatan serta bullying yang kerap muncul di sekitar remaja.

Jane Turner, seorang pelayan – lebih tepatnya barista di sebuah kedai kopi Wired Joe's milik Derek sedang berada di atas awan kala itu. Kepiawaiannya dalam meracik kopi serta memadu-padankan selera kopi membuatnya populer. Derek mempromosikannya sebagai asisten dan mebuatkan program khusus untuknya setiap jumat malam. Jane akan beraksi dengan bolpoin dan notebook-nya. Ya. Sang Ahli espresso itu sedang beraksi. Aksinya untuk menelisik lebih dalam karakter pelanggannya lewat secangkir kopi yang dipesan, lalu kiatnya untuk memadu-padankan tiap-tiap karakter sehingga didapatkan sepasang muda-mudi yang siap untuk kencan adalah ide yang unik dan langka untuk sebuah cerita teenlit.

Kristina Springer membawa pembaca menyelami karakter demi karakter lewat aliran lembut dalam secangkir kopi favorit. Konflik remaja masa kini seperti bullying digambarkan dengan apik lewat konflik Jane dengan teman satu sekolahnya, Melissa. Persaingan keduanya untuk mendapatkan bangku utama di sebuah kampus desain ternama membuat mereka sering terlibat cek-cok. Selain itu, persahabatan manis antara Jane dan Em dibungkus rapi oleh Springer meski harus ada sedikit yang robek dikarenakan masalah hati. Misinya mempertautkan hati Em dengan Cam dirasa kurang tepat. Ya. Cinta sempat membuat persahabatan mereka sedikit terganggu

Misi Espressology itu berawal ketika Gavin, pelanggan setia Wired Joe’s, putus cinta. Jane berinisiatif untuk menjodohkannya dengan teman yang lain berdasarkan selera kopinya. Hingga pada akhirnya justru ia sendirilah yang menemukan pasangannya lewat secangkir kopi favoritnya.

Meski bukan pecinta kopi sejati, agaknya siapapun yang membaca karya Springer ini akan dibuat penasaran dengan karakter seperti apakah yang sesuai dengan kopi favoritnya. Siapapun juga dapat meracik sendiri kopi Wired Joe's karena di bagian belakang novel terdapat cuplikan resep espresso yang beraneka. Unik dan menarik.

Akhirnya, jika anda pecinta kopi sejati mari membaca karya apik ini!


Nay,

01 Mei 2014