Rasanya,
waktu berjalan cepat. Entah sudah berkah atau belum hidup saya, yang jelas
Tuhan sudah terlalu baik kepada saya. Ia telah memberikan nikmatnya yang tak
terhingga kepada saya. Rasanya, saya agak jauh melupakan Tuhan. Namun ia tidak
pernah sedikitpun melupakan saya. Justru Ia selalu mengingatkan saya dengan
cara-caranya yang luar biasa. Inilah yang membuat saya malu jika harus menjauh.
Saya berusaha untuk lebih dekat lagi, mencumbuinya kembali dengan setulus hati.
Januari
2015
Lembaran
baru itu benar-benar dimulai. Menikah di usia yang belum genap dua puluh lima
tahun, kurang dari target menikah yang saya tetapkan yaitu di usia tepat dua
puluh lima tahun. Memutuskan sesuatu yang sebelumnya sempat ditarik ulur adalah
bukan hal yang mudah. Akhirnya Tuhan memberikan jalan. Ia mempermudah
segalanya. Sesungguhnya antara siap dan tidak siap. Ada banyak hantu yang
merusak kalbu. Ingin mundur tapi sudah terlanjur. Ingin maju tapi rasanya tidak
mampu. Beruntungnya Ia selalu menggandeng tangan. Tuhan tidak pernah salah
mengacungkan tangan-Nya.
Februari
2015
Semakin
takjub dengan purnama. Semakin bangga dengan kesabarannya. Sebulan menikah,
semua pertanyaan selama sembilan tahun bersama terjawab sudah. Dia tidak pernah
mengeluh. Dia selalu sabar meski merasa terpinggirkan. Dia hebat.
Maret
2015
Menikah
sejatinya bukanlah perubahan. Tapi memang rasanya berbeda. Dan lagi-lagi dia
selalu memberi pencerahan. Dari sinilah saya memahami bagaimana arti dari
berbagi. Dan saya sangat menikmati.
April
2015
Lagi-lagi
Tuhan menguji. Perasaan tidak nyaman itu selalu menghampiri. Tapi sekali lagi,
purnama itu selalu berikan sinarnya yang terang.
Mei 2015
Perdana
mengetahui jika saya positif hamil. Rasa sakit itu saya anggap biasa. Tidak
tahunya itu adalah hal serius. Kata dokter, Blighted Ovum. Saya harus
menerima kenyataan jika embrio itu harus diambil di hari pertama saya
mengetahui keberadaannya. Embrio yang tidak berkembang karena sel telur yang
kurang sempurna. Entah faktor apa yang menyebabkan hal itu terjadi tapi saya
sangat benci jika harus dikaitkan dengan kesibukan saya bekerja. Ini murni
kelainan sel. Tuhan memang belum mempercayakannya untuk kami.
Juni
2015
Belum
bisa mempercayai keadaan. Harapan saya hanya satu, selalu menjadi pendukung di
setiap langkahnya. Karena itulah sejatinya yang dia butuhkan.
Juli
2015
Tuhan
kembali menguji. Sepertinya ini jawaban untuk kejadian di bulan Mei. Akan ada
kejadian ini sehingga Tuhan harus mengambil calon bintang kecil itu dari kami.
Tuhan Maha Berencana.
Agustus
2015
Sudah
tiga bulan pasca kejadian di bulan Mei. Kata dokter ini sudah saatnya. Tapi
kami belum bisa menyegerakan ini. Ada banyak hal yang menghantui pikiran kami.
Ada banyak hal yang harus disiapkan. Kami memutuskan untuk sengaja menundanya
hingga saat yang belum bisa kami tentukan.
September
2015
Bulan
ini, rasanya lupa jika saya pernah mengalami masa-masa sulit. Ini terjadi
setelah saya mendengar kabar jika cerpen saya berjudul “Janji di Langit Senja”
siap terbit dalam kumcer “Jodoh Pasti Bertamu” dari Penerbit Indiva. Cerpen ini
saya tulis di bulan Maret, setelah saya menikah.
Oktober
2015
“Jodoh
Pasti Bertamu” sudah ready di Gramedia dan toko buku online. Ah, rasanya
campur aduk. Agak alay sih. Tapi merasa bangga saja jika nama
saya ada di dalamnya. Semakin bangga ketika suami bilang: “Tahun depan bikin
buku solo ya. Jangan buku keroyokan saja. Pasti bisa.” Ah, lagi-lagi keyakinan
dan semangat darinya yang menguatkan.
November 2015
Perdana
merayakan ulang tahun berdua. AlhamdulIllah. Merayakan bersama setelah menikah
rasanya bahagia saja.
Desember
2015
Dan,
inilah puncak dari segalanya. Saya sudah merencanakan untuk menikmati liburan
semester di tempat asal ibu saya, pulau Bawean. Ini sekaligus kado ulang tahun
pernikahan kami yang pertama untuk kami sendiri dan kado harri ibu bagi ibunda
tercinta. Saya bangga bisa membuatnya tertawa lepas tanpa beban. Saya bahagia
bisa membuatnya ceria. Saya bangga bisa mempertemukan ibu saya dengan
saudara-saudaranya. Lagi-lagi Tuhan sangat mencintai saya. Setelah duka pasti
ada suka. Purnama itu selalu mencerahkan. Dia bilang, “Ini balasan dari orang
yang sabar”.
Desember
akan segera berakhir. 2015 akan segera menutup lembarannya. Akhir tahun lalu
saya menulis, “saya hanya berharap wujud dari mimpi-mimpi kami akan indah”.
Saya sudah mendapatkan mimpi saya dengan dipersunting oleh purnama terindah
yang selama ini menemani saya. Entah harapan tentang indahnya mimpi itu
sepenuhnya terwujud atau tidak. Namun yang saya rasakan adalah Tuhan terlampau
mencintai saya dengan caranya yang luar biasa. Ia selalu memberikan rasa nyaman
dan berkah atas apa yang terjadi. Kunci segalanya adalah sabar. Terimakasih
telah memberikan purnama terang bagi hari-hari saya yang agaknya kurang
benderang.
Resolusi
2016
- Saya sangat ingin ada satu buku solo saya
yang diterbitkan, entah itu dari penerbit minor atau mayor. Mungkin akan
ada beberapa buku keroyokan lagi yang bisa dibanggakan.
- Saya sangat ingin diberikan kesiapan untuk
menikmati anugerah Tuhan berupa bintang-bintang kecil yang melengkapi
kehidupan kami. Entah itu dengan masih tetap bekerja atau harus
meninggalkan pekerjaan saya. Semoga saya diberikan kekuatan. Karena saya
tidak ingin menjadi yang biasa-biasa saja. Saya ingin menjadi yang luar
biasa.
Terimakasih,
Tuhan.
Terimakasih,
Purnama.
Nay
Akhir
Tahun Dua Ribu Lima Belas