Cari Blog Ini

Senin, 26 Januari 2015

Film Review: The Woman in Black - Angel of Death


pict: wikipedia.com

directed by:
Tom Harper

Story by:
Susan Hill

Produced by:

Richard Jackson
Ben Holden
Simon Oakes
Tobin Armbrust

Screenplay by:
Jon Croker

Casts:
Phoebe Fox as Eve Parkins
Jeremy Irvine as Harry Burnstow
Helen McCrory as Jean Hogg
Adrian Rawlins as Dr. Rhodes*
Leanne Best as The Woman in Black
Ned Dennehy as Old Hermit Jacob
Oaklee Pendergast as Edward
Genelle Williams as Alma Baker
Leilah de Meza as Ruby
Claire Rafferty as Clara
Jude Wright as Tom
Amelia Pidgeon as Joyce
Pip Pearce as James
Alfie Simmons as Alfie
Casper Allpress as Fraser

=============================================================


Lantas, bagaimana menurutmu jika kamu diutus tempat kerjamu untuk mengamankan siswa-siswamu di sebuah pulau terpencil di tengah laut? Selamat datang kembali di Eel Marsh House.

Cerita bermula saat Eve Parkins dan Jean Hogg harus membawa siswa-siswi mereka ke sebuah tempat yang aman demi menghindari serangan bom Perang Dunia II di London. Dr. Rhodes, sang penanggung jawab evakuasi, membawa mereka ke sebuah rumah tua di pulau terpencil tengah laut. Eel Marsh House, demikian rumah itu disebut. Di perjalanan, Eve bertemu dengan Harry, seorang pilot yang harus pensiun dini akibat ketidakpercayaan publik akan kemampuannya, yang disebabkan oleh kematian rekan-rekannya pada sebuah kecelakaan pesawat.

Keanehan muncul semenjak kedatangan mereka. Eve Parkins memiliki masa lalu yang kelam tentang seorang bayi. Kedatangannya mengusik kembali kehadiran sosok bergaun hitam yang dikenal dengan sebutan "Woman in Black". Seorang lelaki setengah gila bernama Jacob telah mengingatkan Eve dan rombongannya agar kembali ke kota. Crythin Gifford tidaklah aman bagi mereka. Terlebih "dia" telah bersiap menjemput kematian daripadanya.

Tidak ada alternatif lain. Demi keamanan, mereka harus rela melewatkan jatah waktu satu minggu di dalam rumah misterius itu. Keanehan-keanehan semakin muncul. Eve merasakan dengan jelas bagaimana kehadiran sosok misterius itu mengganggu malam-malamnya. Bayangan kesalahan masa lalu itu selalu muncul.

Edward, bocah yang ditinggal mati oleh kedua orangtuanya, ikut serta dalam rombongan tersebut. Ia harus merelakan hari-harinya mencekam di Eel Marsh House. Kehadirannya seperti menjadi umpan bagi sang wanita misterius. Ia yang cukup dekat dengan Eve menjadi satu-satunya media komunikasi sang “Woman in Black” . Kebiasaannya menggambar serta sikap dingin yang dibawanya menjadikan sang “hantu” mudah menguasai dirinya. Eve paham akan itu.

Sebuah ruang bawah tanah selalu mencekam. Kursi goyang terdengar berisik setiap malam. Disusul dengan sebuah ruangan gelap di sudut lorong, sebuah kamar anak-anak. Dia adalah Nathaniel Drablow. Anak asuh keluarga Drablow itu harus merelakan  nyawanya terenggut oleh lumpur ganas di halaman depan. Jennet yang notabene adalah ibu biologis sang bocah merasa dendam. Ia menyalahkan Alice yang tidak becus merawat anaknya.

Harry menemani hari-hari Eve yang selalu ketakutan. Ia mencoba memecahkan masalah dengan menguak rahasia besar Eel Marsh House. Di ruang bawah tanah, ia menemukan sebuah phonograph tua dan lalu memutarnya. Rekaman suara Alice Drablow mengungkapkan semuanya. Kematian si kecil Nathaniel menjadi awal dari segala macam ancaman sang “Woman in Black” yang sangat mendendam.
Eve dan Edwardlah yang menjadi kunci dari semua teror sang wanita misterius. Pada akhirnya, pengorbananlah yang mengakhiri semuanya.

The Woman in Black – Angel of Death menyajikan sebuah petualangan mencekam di sebuah rumah tua bernama Eel Marsh House. Film ini merupakan sekuel dari film selanjutnya, The Woman in Black, yang dibintangi oleh Daniel Radcliffe. Pada seri sebelumnya, film ini disutradai oleh James Watskin. Namun tidak untuk filmyang kedua ini.

Serupa dengan film yang pertama, sutradara Tom Harper menghadirkan kemunculan sang perempuan yang tiba-tiba dengan sangat apik. Tata musik yang lembut namun mencekam menjadi sisi unik film ini. Mainan-mainan anak-anak yang disorot dengan baik oleh kamera menjadikan gambaran mencekam semakin nyata. Bagi penggemar film ini, pasti akan menemukan dua hal yang berbeda antara film pertama dan kedua. Dari segi tokoh utama, sang sutradara menyuguhkan perbedaan karakter yang sangat kuat. Kekuatan karakter inilah yang membuat cerita semakin membekas di benak penonton.

Pada film pertama, superioritas seorang laki-laki sangat dikedepankan. Sang pelaku utama, Daniel Radcliffe menjadi sosok yang sangat diperhitungkan. Keberaniannya mengolah dokumen tua milik pemilik Eel Marsh House sendirian di rumah sebesar itu adalah wujud dari keberanian seorang laki-laki. Sementara itu pada film kedua, tokoh utama adalah perempuan. Perempuan yang rentan akan perasaan membuatnya terlihat lemah. Hal ini tampak jelas terlihat pada sosok Eve Parkins yang diperankan dengan sangat bagus oleh Phoebe Fox. Perasaan bersalah akan dosa masa lalu membuatnya terus dihantui berupa-rupa bayangan kelam.
"Di hari minggu ia mati. Pada senin, ia terlihat. Siapa yang akan mati berikutnya? Pasti kamu!" Begitulah quote yang teringat jelas dalam benak setiap penonton. Lantunan musik mencekam mengiringi suara wanitda mendayu melagukan bait tersebut. Pemutaran yang berulang menambah kesan mistis film ini.

Menciptakan sekuel bagi sebuah film bukanlah perkara mudah. Ada banyak sekali hal yang harus diperhatikan demi kesuksesannya. Banyak penonton kecewajika lanjutan sebuah film jauh dari ekspektasinya. Begitupun dengan film ini. Keputusan mengganti sutradara menjadikan sisi buruk tersendiri bagi film ini. Beberapa adegan dibiarkan terjadi berulang-ulang. Ketidakjelasan alur cerita mungkin membuat penonton yang belum pernah menonton seri pertamanya menjadi bingung. Selain itu, hubungan antara Eve, sang pemeran utama, dengan Edward, bocah kecil, tidak dijelaskan. Hal ini membuat penonton bertanya-tanya, mengapa harus Edward yang menjadi gerbang komunikasi sang “hantu” dengan dunia Eve?. Dan pada akhirnya siapakah Angel of Death itu? Segalanya belum jelas terungkap.

Overall, The Woman in Black – Angel of Death bisa menjadi film pilihan untuk mengisi weekend anda.

Nay
26 Januari 2015

Senin, 19 Januari 2015

Our New Year's Gift



Alhamdulillah. Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Sungguh nikmat mana lagi yang harus kita dustakan?
Akhirnya bahtera itu telah memulai perjalanan panjangnya. Pernikahan sesungguhnya bukanlah akhir dari perjalanan sebuah hubungan. Justru inilah awal  perjalanan panjang kami untuk tetap mendayung, demi bahtera yang kami arungi berdua. Tuhan telah menciptakan setiap jengkal samuderanya untuk kami berdua jelajahi.
Bagi saya, sebuah pernikahan bukan hanya ikatan dua hati. Namun pernikahan merupakan ikatan suci antara dua keluarga, percampuran segala perbedaan yang ada serta kesiapan lahir dan batin dalam segala hal. Saya tidak pernah setuju jika ada yang menikah hanya dengan alasan menghalalkan sebuah hubungan. Saya selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa pernikahan adalah bakti, amal bakti kita sebagai istri, anak serta menantu. Jadi saya harus siap atas segala resiko yang kemungkinan hadir dalam bahtera ini. Saya harus siap memasak, mencuci, menyiapkan baju kerja suami, membantu mertua bagaimanapun kesibukannya tanpa melupakan bakti kita pada orang tua sendiri. Saya selalu ingat bahwa sabar dan ikhlas adalah dua kunci utama bagi segala hal. Saya harus sabar dengan segala resiko yang kemungkinan terjadi. Saya juga harus ikhlas berbakti demi ridho illahi.
Saya mengenalnya tidak sehari dua hari. Kami berdua cukup paham pribadi masing-masing.  Kami berdua telah siap atas segala kemungkinan yang terjadi. Perjalanan cinta kami telah menemui berbagai macam liku. Dan, kami percaya mampu untuk itu.
Hari itu, tangis pecah. Kami sama-sama tidak bisa lagi menahannya. Apalagi saya. Kerinduan akan sosok ayah di hari pernikahan adalah tangis yang tak lagi bisa dibendung. Tuhan, engkau maha tahu.
Mimpi ini nyata. Ia bukan lagi lelaki yang pemalu ketika berada di samping saya. Saya bisa melihat ketulusannya dengan nyata. Saya bisa melihat kesabaran yang sesungguhnya. Saya tidak pernah salah memilihnya.
Tuhan tidak pernah salah mengarahkan tangannya. Ini semua bukti kasihsayang Tuhan kepada kami berdua. Setelah mimpi buruk, Tuhan menjanjikan mimpi yang begitu indah. Tuhan, terima kasih.

nay