Jihad Kekinian:
Semangat Hari Santri ‘16 dan Revitalisasi Resolusi Jihad 22 Oktober
Oleh Noura N
Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdKu-c7pVaT02Z6NFs2tYcJ-l665WIDXxvZfuKCQGOOAL6sB8ZWKJTlkzAQOeFjvh1ZMB4VrkoXhf98cZx0dlquW8aIbu0KUt5-_ijycvfZ12gFFB31-esBrgTB0Ot9s_GHMHzZU_O0Otk/s1600/1+milyar+sholawat+nariyah+di+hari+santri+nasional.png
Tahun 2015 presiden
Joko Widodo telah mengeluarkan Kepres No. 22 bahwa 1 Muharram yang kemudian
disesuaikan dengan 22 Oktober – yang mana hari tersebut merupakan hari
berkumpulnya santri-santri dari segala penjuru daerah atas komando Hadratus Syaikh
Hasyim Asyari untuk melakukan jihad melawan sekutu dan kemudian dikenal dengan istilah
Resolusi Jihad – dijadikan Hari Santri Nasional. Hal ini tentunya bukan tanpa
alasan. Mengingat perjuangan santri yang sangat besar bagi proses keutuhan
Negara Kesatuan RI maka tidak salah jika semangat tersebut dituangkan dalam
bentuk peringatan Hari Santri. Sejarah mencatat jika tepat pada tanggal 22
Oktober 1945 Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari mencetuskan semangat jihad fi
sabilillah guna merebut kembali kemerdekaan Indonesia dari tentara sekutu yang
saat itu dikuasai oleh Inggris setelah mengalahkan Jepang. Para santri dari
segala penjuru daerah berbondong-bondong menuju Surabaya untuk melawan sekutu.
Atas sumbangsih inilah maka tentara sekutu bisa dikalahkan.
Mungkin tahun 2015 lalu
pasca presiden Jokowi mencetuskan peringatan tersebut ada banyak sekali polemik.
Pro dan kontra menghiasi banyak media. Kekhawatiran beberapa pihak akan
pecahnya persatuan umat islam setelah adanya peringatan hari santri tersebut bermunculan.
Beberapa pihak takut jika nantinya akan ada banyak sekali sekat antara
ormas-ormas islam yang ada. Pun begitu dengan istilah santri dan non santri, islam
pesantren dan islam abangan, NU dan non-NU hingga kekhawatiran tentang
siapa-siapa yang berhak dianggap berjasa dalam proses kemerdekaan RI, santri
atau para tentara Indonesia.
Namun, suasana berbeda
terlihat di tahun 2016. Gebrakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ dalam upaya
membangkitkan semangat muslim khususnya warga Nahdliyyin sangat layak diacungi
jempol. Pembacaan 1 Milyar Shalawat Nariyah serentak di seluruh penjuru Indonesia
menandakan bangkitnya kembali semangat jihad fii sabilillah. Memang berbeda
dengan apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulu yang berjihad dengan
membawa senjata melawan sekutu. Pembacaan Shalawat Nariyah ini bertajuk
Shalawat Penyelamat Bangsa. Hal ini bertujuan sebagai upaya doa bersama untuk keselamatan
bangsa dan negara. Hal ini sangat bagus mengingat di era yang serba digital ini
kebiasaan melakukan amalan-amalan semacam itu sudah sering dilupakan bahkan
oleh masyarakat Indonesia terlebih warga Nahdliyyin sendiri.
Mengapa yang dipilih
adalah Shalawat Nariyah? Hal ini dimaksudkan karena shalawat tersebut berisi
tentang doa-doa permohonan keselamatan. Sholawat tersebut ditujukan kepada
Rasulullah SAW dengan tujuan memohon syafaat atau pertolongan dari beliau dengan
dibarengi dengan keinginan memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan, keselamatan
dunia akhirat bagi seluruh warga Indonesia.
Jumat malam Sabtu,
tepatnya tanggal 21 Oktober 2016 secara serentak dibacakan Shalawat Nariyah di
sembilan titik pesantren seluruh Indonesia dan diikuti oleh masjid-masjid dan
mushalla-mushallah di desa-desa seluruh Indonesia. Kebersamaan terlihat di
tiap-tiap titik yang menyelenggarakan pembacaan shalawat tersebut.
Selain pembacaan
shalawat, pada tanggal 22 Oktober 2016 akan dilaksanakan upacara dan apel
serentak sebagai penghormatan kepada peringatan Hari Santri. Setelahnya, akan
diadakan Kirab Santri oleh santri-santri, siswa-siswi sekolah formal dari
tingkat TK hingga SMA, dan pengurus NU beserta Banomnya. Kirab tersebut
difungsikan sebagai revitalisasi atau cara menghidupkan kembali semangat
Resolusi Jihad 22 oktober 1945 silam. Pelaksanaan kirab ini akan menjadi
sesuatu yang sangat meriah mengingat tahun 2015 kirab hanya diikuti oleh
perwakilan dari tiap daerah dan pesantren dengan bungkus Kirab Resolusi Jihad
yang dimulai dari start Tugu Pahlawan – Gresik – Lamongan – Tuban- Sarang hingga
Jakarta.
Semarak peringatan Hari
Santri di tahun 2016 memberikan sebuah pemahaman jika masing-masing dari kita
harus senantiasa menjunjung tinggi semangat kebersamaan untuk membelanegara. Para
santri terdahulu dengan semangatnya rela mati syahid demi menjaga keutuhan
NKRI. Sudah saatnya generasi muda saat ini mempertahankan semangat tersebut
dengan melakukan hal-hal positif kekinian. Saat ini tidak perlu lagi angkat
senjata merusak apa yang tidak seharusnya dirusak. Indonesia sudah merdeka. Musuh
Indonesia saat ini bukanlah tentara sekutu. Musuh terbesar Indonesia adalah pribad-pribadi
warganya yang sama sekali tidak mencerminkan kebaikan. Marilah, ajak semua
generasi berjihad melawan kebobrokan moral dan sistem. Melawan kebobrokan yang
demikian bukan dengan kekerasan apalagi senjata. Jihad kekinian bukan
menggunakan senjata tajam. Jihad kekinian adalah dengan hati dan akal pikiran. Mari
kita lawan dengan pola pikir. Saatnya masing-masing dari kita berbenah,
memperbaiki pribadi yang kurang baik dan mencai ilmu sampai ke akarnya. Jangan mempelajari
agama setengah-setengah. Jangan mempelajari agama instan lewat internet. Jangan
mempelajari suatu agama dengan hanya melihat bungkusnya. Sesuatu yang hanya
dilihat luarnya hanya akan mampu menjadikan masalah. Selamat Hari Santri.
#SelamatHariSantri
#AyoMondok
Gresik, 21 Oktober 2016