Saya tiba-tiba memiliki ide menulis saat membaca
status update dari salah satu kawan facebook saya. Sebut saja namanya:
Bunga. Anda bebas menafsirkan Bunga itu laki-laki atau perempuan.
Jejaring sosial merupakan media bagi tiap individu untuk berinteraksi
dengan sekitarnya. Dewasa ini, jejaring sosial yang ada semakin meluas.
Mulai dari friendster, facebook, twitter, MySpace, Flickr, Koprol dan
lain sebagainya. User atau pengguna jejaring sosial tersebut terdiri
atas berbagai kalangan. Mulai dari seorang murid kelas empat SD,
Mahasiswa, Tenaga Pendidik, Direktur, Presiden bahkan buruh pabrik pun
sudah menggunakannya.
Banyak hal yang dapat dilakukan lewat jejaring sosial. Situs pertemanan
dunia maya ini memiliki fungsi yang bermacam-macam. Bisnis sekarang
dapat dilakukan lewat dunia maya. Salah satunya adalah dengan
menjamurnya online shop untuk berbagai barang. Tidak jarang juga yang
memanfaatkan jaringan sosial sebagai media informasi seputar lomba,
launching buku-buku terbaru bagi para bookaholic, serta jadwal konser
musik. Pun banyak sekali yang menjadikan jejaring sosial sebagai buku
catatan harian-Diary-yang bisa dijadikan tempat curhat bagi siapapun dan
kapanpun.
Saat ini, yang saya soroti adalah jejaring sosial yang difungsikan
sebagai media untuk mencurahkan segala keluh kesah yang ada. Dalam hal
ini adalah facebook. Alasan saya adalah karena saya merasa miris melihat
beberapa testimoni yang diupdate oleh facebook user yang notabene
adalah tenaga pendidik. Setahu saya (benarkan bila saya salah) seorang
peserta didik diharuskan untuk memiliki sikap tawadhu’ atau merendahkan
dirinya kepada Guru. hal ini dikarenakan Guru memiliki peranan penting
yang selalu digugu dan ditiru. Seorang siswa yang tidak menghormati guru maka ia akan tidak memiliki ilmu yang bermanfaat.
Kasusnya sekarang, banyak sekali oknum guru yang sering curhat tentang
masalah muridnya di facebook. Tidak jarang juga banyak yang secara tidak
langsung menjelek-jelekkan muridnya. Hal ini ditambah dengan
komentar-komentar dari siswa dalam menanggapi testimoni dari guru
tersebut. Bahasa yang digunakan sangat tidak sopan dan tidak memiliki
tata krama. Anehnya, guru pun kadang menanggapi itu dengan bahasa yang
lebih tidak bertata krama lagi.
Pada zaman modern ini, guru memang ditintut untuk lebih aktif serta
bersahabat dengan murid. Zaman sudah berbeda. Kenakalan remaja dewasa
ini memang sudah harus ditangani dengan sikap bersahabat. Namun, apakah
dengan sikap bersahabat tersebut semuanya baik-baik saja? Sikap
bersahabat yang seperti apakah yag dimaksud sedangkan peserta didik
kadang salah mengartikan sikap guru tersebut.
Saya tidak memiliki kesimpulan pasti tentang hal ini. Yang jelas, sikap
hormat-menghormati antara guru dan murid saat ini sudah memudar. Saya
tidak bisa menyalahkan siapapun karena tidak ada yang salah selama semua
masih memiliki batas-batas yang pasti. Guru adalah panutan. Guru=Digugu lan Ditiru. Semoga saya serta anda sekalian masih memiliki sikap tawadhu’ itu. Amin
Gresik, 13 Nopember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar