Aku
Coba
kau lihat aku,
Aku
rela berdiri menanti
Meski
ku tau yang datang adalah tak pasti,
Rela
duduk bersama membaui rupa-rupa di
dalam angkutan kota.
Ketika
kanan kiri saling mencaci,
Menghina
karena lelah yang tak sebanding dengan rupiah
Aku
tetap bertahan, melajukan langkah yang sama sekali tak goyah
Jujur,
pernah pula aku merasakan payah.
Tapi
aku malu dengan mimpi yang pernah singgah
Jika
boleh aku mengeluh, pasti sudah
Tapi
aku tak mau berhenti, karena aku tak mau untuk tak peduli
Aku tak mau
jika harus
melihat bibit-bibit yang siap berbuah lebat
Kemudian
gugur karena hama yang mengikat
Aku tak tega
Jika
banyak calon pemenang masa depan
Harus
kalah hanya karena tak ada pendorong perubahan
Dari
situlah mimpiku bermula
Mengawal
perubahan untuk masa depan gemilang
Tapi,
Jujur
akupun sedih
Saat di
depan mereka aku tak dianggap apa-apa
Saat
kataku hanyalah isapan jempol atau
Bahkan
hanya ludah tak berguna yang keluar dari mulut
Sia-sia
Masihkan
aku rela
Berdiri
berjam-jam untuk menuju sebuah gedung nun jauh di atas gunung
Melewati
setapak yang penuh pasir dan kerikil, penuh
debu
Menusuk
hidung
Masihkah
aku rela
Jika
yang kuimpikan justru dengan sengaja mengabaikan
Masihkah
aku acuh terhadap upah jika sang pemenang masa depan dengan sadarnya
Mengacungkan
jari tengah tanda mengajakku
perang
Haruskah
aku diam,
Berbalik
arah dan kembali pulang?
Nay,
23
Nopember 2019
21:47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar