Cari Blog Ini

Minggu, 27 Oktober 2013

Petaka Sang Kala



Senja bercerita tentang petuah dewa-dewa.
Sesekali jangan kau berhamburan di luar sana.
Sang kala sedang mencari mangsa.
Bisa saja kau dilahap olehnya.

Lama-lama, waktu berganti waktu yang beda.
Menggerogoti detik demi detik yang terbuang percuma.
Menjemput purnama dalam gelap gulita.

Hai, itu hitam di sana!

Sang kala gelar aba-aba menjemput petaka.
Gelegar Rahwana semacam sebarkan angkara.
Itu mereka saling tukar saling padu.
Merebut tahta bergumul belenggu.


Langit berontak.
Marah.
Sang kala dan Rahwana sedang beradu kuat.
Melahap tiap sisi jagat, rapat-rapat.
Hujan datang. Petir menggelegar.
Cetar.
Yang kalah silahkan berbenah.


Mari nikmati.
Gemuruh berontak.
Lari.




Gresik. 14 Maret 2013
23:09

Selasa, 01 Oktober 2013

Bulan Sabit Tiga Puluh September

Darah itu mengucur deras
Dari kepala-kepala tak berdosa mengalir
Bau Anyir, busuk, semerbak dari hulu hingga hilir.
Mayat-mayat bergelayut mengambang bebas
Lepas
Sisakan tangis pemecah malam pekat



Bulan malam itu bermata sipit, enggan tuk tampakkan rona
Hanya membuka sebagian mata lalu menutup jua
Rerintik hujan disulap menjadi deras
Sederas darah yang siramkan merah


Bendera merah itu sisakan luka
Semakin beringas sisakan derita
Teriakan tak jadi penghalang
Bendera merah tetap lalu lalang

Malam itu,
Bulan sabit tersenyum kecut.
Malam Tiga Puluh September, palu dan Sabit lepaskan satu persatu nyawa
Tak pandang itu sudra ataupun punggawa negara
Lepas. . Bebas. . . Melayang menembus batas taman langit.

Kini, tanpa sisa. Damailah di sana. . . .


Malam, 30 September 2013
nay